Kecamuk Rasa dalam Buku Kumpulan Cerpen Surat dari Praha

 

Judul: Surat dari Praha

Penulis: Yusri Fajar

Penerbit: Aditya Media Publishing

Tahun Terbit: 2012

Tebal Halaman: 162 halaman

ISBN: 978-602-9461-15-2

 

“Jangan bimbang. Ambillah keputusan segera.” (Cerpen Dua Tanah Air, dalam Kumpulan Cerpen Surat Dari Praha)

Buku kumpulan cerpen Surat dari Praha saya dapatkan di Pestas Sejuta Buku akhir tahun 2016 yang lalu. Buku ini juga menjadi buku fiksi pertama yang saya selesaikan di awal tahun 2017. Ada 12 cerita pendek yang disuguhkan oleh penulisnya, Bapak Yusri Fajar. Menariknya, dalam biodata penulis Pak Yusri memang pernah tinggal beberapa waktu di Inggris dan Jerman untuk menempuh studi. Bahkan, beliau menulis cerpen-cerpen tersebut saat berada di negara-negara tersebut.

Saat membaca cerpen demi cerpen, saya tidak hanya diajak menikmati suasana di tempat-tempat di Jerman tersebut. Lebih jauh lagi, saya seperti diajak menyelami suasana batin dari masing-masing tokoh baik tokoh utama (yang asli Indonesia) ataupun tokoh lainnya (penduduk asli dan yang juga pendatang). Hal pertama yang saya dapatkan adalah soal beradaptasi dengan lingkungan baru apalagi di negara lain yang budayanya berbeda. Misalnya di cerpen berjudul “Perempuan yang Bercengkrama dengan Anjingnya” si tokoh utama harus beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya saat di Jerman yang mungkin tidak dialami saat berada di Indonesia. Adaptasi dengan lingkungan seperti salju yang dingin dan menggunakan sepeda sebagai alat transportasi juga menarik perhatian saya, seperti pada cerpen berjudul “Lelaki yang Mengantarkan Koran dalam Hujan Salju.” Pasalnya, saya juga belum pernah merasakan musim salju atau ke luar negeri dalam waktu yang lama apalagi kalau sampai tidak bisa pulang.

Selanjutnya, saya juga merasakan kebingungan, amarah, kerinduan, dan perasaan campur aduk lainnya ketika berada di negeri orang apalagi jika terkait dengan masalah yang cukup serius. Banyak keputusan yang menurut saya cukup sulit untuk ditentukan, yang dihadirkan dalam kumpulan cerpen Surat dari Praha ini yang membuat saya tergelitik untuk bertanya pada diri sendiri “Iya ya, kalau misalnya saya di posisi itu, saya bakal mengambil keputusan yang mana atau apa?” Dari 12 cerpen yang disajikan di buku ini, ada 3 cerpen yang menarik perhatian saya.

  • Lelaki yang Mengantarkan Koran dalam Hujan Salju

Cerpen ini mengajak saya untuk menyelisik keindahan salju dalam sudut pandang yang berbeda. Salju dalam cerpen ini seperti mengajak saya untuk memahami keseharian seseorang bernama Tobias yang harus menembus dinginnya salju hanya dengan sepeda pancal dan setiap hari selama beberapa jam. Belum lagi, konflik berlapis yang harus dihadapi oleh tokoh utama menurut saya memang berat dan sulit. Dan tentu saja, saya pun tidak membayangkan kalau harus berada di posisi tersebut. Cerpen ini membuat saya merasakan suasana rindu, amarah, dan kebingungan.

  • Bunga Tulip

Cerpen ini juga menarik perhatian karena konflik yang menggelitik. Selesai membaca cerpen ini, saya berandai-andai kalau saya menjadi tokoh utama. Saya mungkin akan mengambil keputusan sesuai ego saya, tapi kalau dipikir lagi ya memang mengaduk emosi juga hehe.

  • Dua Tanah Air

Dua Tanah Air juga berhasil membuat saya kembali memikirkan keputusan apa yang harus saya ambil jika saya menjadi Sutopo. Bisa jadi pilihan tersebut sama penting tapi harus dipilih salah satu. Ya, cerpen ini membuat saya repot juga haha.

Kesimpulannya, semua cerita pendek yang ada di buku kumpulan cerpen Surat dari Praha ini menarik. Banyak hal yang membuat kita berpikir setelah membacanya. Bagi tokoh-tokoh di buku ini, mereka berhasil menjawab penasaran dengan pergi ke luar Indonesia (Jerman) tapi tinggal di luar negeri tidak hanya sekadar belanja, bersenang-senang, jalan-jalan, dan kesenangan atau menari-nari di tumpukan salju yang sering saya bayangkan. Ternyata, ada banyak konflik baik dari luar ataupun batin yang harus dihadapi dan diselesaikan apalagi kalau harus tinggal dalam waktu yang lama. Menjadi perantau, apalagi merantau ke negara lain memang selalu menggulirkan pembelajaran dan kerinduan yang sangat dalam.

“Jawab Rangga. Aku mengajakmu bertemu untuk mendengar jawabanmu.” (Cerpen Bunga Tulip, dalam Kumpulan Cerpen Surat dari Praha)

One thought on “Kecamuk Rasa dalam Buku Kumpulan Cerpen Surat dari Praha

Leave a comment