Menjelajah Masa Lalu Di Kawasan Kota Tua, Jakarta

 

Museum sepertinya masih belum menjadi tempat wisata yang asyik untuk di kunjungi di Indonesia. Tapi pemandangan berbeda ada di kawasan Kota Tua, Jakarta. Entah karena pengaruh musim libur lebaran atau tidak, kawasan yang dikelilingi museum ini sangat ramai. Maklum, ini adalah pengalaman pertama saya mengunjungi kawasan Kota Tua jadi saya kurang tahu kondisi pada hari biasa. Sebelumnya, saya hanya melihat liputannya di televisi saja. Jadi seperti ini pengalaman saya mengeksplorasi kawasan ini.

 

Menikmati Ramai dan Panasnya Taman Fatahillah

Keramaian Taman Fatahillah Kawasan Kota Tua, Jakarta
Ramainya kawasan Taman Fatahillah

Pertama kali menginjakkan kaki di Kawasan Kota Tua, saya melihat Taman Fatahillah yang luas. Di sekelilingnya akan terlihat beberapa bangunan tua yang digunakan sebagai museum dengan desain khas Eropa. Di tengah taman ini terlihat air mancur yang ternyata dulunya adalah sumber air. Selain itu ada pula beberap meriam tua.

Yang membuat kawasan taman ini menarik adalah penyewaan sepeda dan topi berwarna merah muda yang disesuaikan dengan tema Eropa (saya jadi ingat Grandma, dosen saya semasa kuliah dulu yang sering menggunakan topi sejenis itu). Di tengah taman sangat minim tempat teduh jadi semakin siang akan semakin panas.

 

Melihat Furnitur Tua di Museum Fatahillah

Salah Satu Koleksi di Museum Fatahillah
Salah satu koleksi di Museum Fatahillah

Museum Fatahillah adalah museum pertama yang saya kunjungi. Selain melihat sejarah Batavia melalui peta, saya juga melihat beberapa koleksi furnitur tua. Ada beragam furnitur di tempat ini seperti lemari, tempat tidur, meja, kursi, lukisan, rak, dan lain-lain. Setelah melihat furnitur tua di area Museum Fatahillah, ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan.

Pertama, furnitur tua itu ukuranya selalu besar-besar. Yap, hampir semua koleksi di area ini sangat besar dan berat. Kedua, adanya tambahan ukiran. Ukiran ini tidak hanya digunakan untuk membuat furnitur tersebut menarik tetapi juga seperti menunjukkan ciri khas daerah asal dibuatnya furnitur tersebut. Beberapa koleksi furnitur tersebut bukan buatan Indonesia. Ketiga, hampir semua furnitur tersebut terbuat dari kayu, umumnya kayu jati. Kayu memang awet untuk furnitur dan buktinya koleksi di Museum Fatahillah ini masih bagus dan terlihat seperti baru. Keempat, lubang kuncinya juga berukuran besar.

Museum ini terdiri dari 2 lantai dan sangat besar. Jadi walaupun hari itu sangat ramai tapi tidak terlalu pengap. Jendela-jendela di museum ini juga dibuka sehingga udara bisa masuk (jendelanya pun berukuran besar), termasuk bisa melihat kawasan Taman Fatahillah dari sudut yang berbeda.

Setelah puas berkeliling di area dalam, lepas lelah di bagian belakang. Di area belakang ada tempat untuk membeli souvenir, kursi dan meja untuk beristirahat, toilet (sayangnya, toilet pria kurang terawat), dan mushola, sekaligus mengarah ke pintu keluar area Museum Fatahillah. Masih ada banyak area selfie di area belakang seperti patung Hermes dan penjara bawah tanah.

 

Mempelajari Perkembangan Seni di Indonesia di Museum Seni Rupa dan Keramik

Keramik Dinoyo Di Museum Fatahillah
Keramik Dinoyo terpajang di Museum Seni ini loh!

Setelah puas berada di Museum Fatahillah, perjalanan saya lanjutkan ke Museum Seni Rupa dan Keramik. Bagi pecinta lukisan, keramik, dan ukiran wajib mengunjungi museum ini. Berbagai jenis lukisan dari beberapa pelukis dipamerkan di area ini. Selain menikmati lukisannya, kita juga disuguhi penjelasan mengenai perkembangan lukisan dari berbagai masa, termasuk informasi mengenai komunitas pelukis pertama.

Dari melihat lukisan secara sepintas, saya melihat adanya representasi dari lukisan dan kondisi di masa itu. Yang paling saya ingat adalah lukisan-lukisan di masa penjajahan Jepang yang memang gambarannya berat (saya awam mengenai lukisan jadi hanya melihat sepintas dan mencoba merasakannya saja). Lukisan rupanya juga digunakan untuk media penyampaian pesan moral tertentu.

Selain lukisan, area ini juga memamerkan koleksi keramik mulai dari keramik tua hingga keramik yang terbilang modern. Saya dan adik saya girang saat melihat ada keterangan keramik Dinoyo. Dinoyo itu salah satu nama daerah di Malang yang dekat dengan tempat tinggal keluarga kami. Keramik Dinoyo memang terkenal, tapi kami baru tahu kalau terpajang di Museum Fatahillah hehe. Desain keramik ini beragam dan yang menyita perhatian menurut saya adalah koleksi keramik-keramik yang diperoleh dari sebuah kapal yang karam (rasanya seperti melihat perkakas yang karam di film Titanic hehe).

Ukiran juga dipamerkan di area museum ini. Salah satunya adalah ukiran yang berasal dari kayu yang dipajang di sudut pintu area museum. Masih sama dengan Museum Fatahillah, Museum Seni Rupa ini juga luas dan besar sehingga tidak terlalu pengap. Pintu dan jendelanya berukuran besar khas bangunan tua. Kalau ingin ngadem masuk saja ke dalam museum hehe.

 

Melihat Wayang dan Boneka dari Berbagai Negara di Museum Wayang

Salah Satu Koleksi di Museum Wayang
Hiburan masyarakat jaman dahulu kala

Area ketiga yang saya kunjungi adalah Museum Wayang. Walaupun bernama Museum Wayang, tapi di dalamnya tidak hanya berisi wayang saja. Ada beberapa koleksi boneka yang dipamerkan di area ini. Boneka tersebut tidak hanya berasal dari Indonesia saja tetapi juga berasal dari luar negeri.

Dengan melihat wayang dan boneka-boneka tersebut saya jadi menyimpulkan bahwa properti seperti ini memang berguna untuk menyebarkan budaya, pesan moral, dan ciri khas suatu negara. Bandingkan saja bentuk fisik boneka keluarga Unyil (yap, para boneka karya almarhum Bapak Drs. Suryadi yang fenomenal ini diabadikan di sini dan lengkap) dengan boneka dari negara Thailand atau Jerman.  Sangat berbeda. Cerita yang ditampilkan juga pasti berbeda. Dari situ kita bisa belajar mengenal negara lain, kan? Wayang yang berasal dari Indonesia saja ternyata juga berbeda bentuk dan penokohannya tergantung daerahnya. Areanya tetap nyaman dan adem hehe.

Selain itu, ada bangunan lain seperti kantor pos, café, dan area pasar yang menjual berbagai produk. Tidak perlu khawatir kelaparan atau haus karena banyak sekali penjual makanan dan minuman di sekitar area ini baik ringan maupun berat.

 

Saran Agar Lebih Nyaman Saat Mengunjungi Kawasan Kota Tua

  • Jika tidak tahan panas, ada baiknya membawa payung atau menggunakan topi, baju lengan panjang, dan lain-lain untuk melindungi dari panas khususnya jika datang siang hari.
  • Masuk ke Kawasan Kota Tua, Jakarta memang gratis tapi siapkan dana Rp. 5.000 saja (Juni 2017) untuk setiap museum. Murah, bukan? Siapkan dana tambahan kalau ingin menyewa sepeda dan berfoto dengan patung hidup yang cukup populer di sana. Termasuk dana untuk membeli minum dan makan setelah lelah berkeliling kawasan ini.
  • Siapkan tenaga karena kita akan berkeliling ke beberapa museum dan taman yang lumayan luas dan menguras tenaga.
  • Siapkan kamera karena ada banyak spot yang digunakan untuk berfoto (sampai lupa belajar sejarahnya karena keasyikan berfoto hehe).

 

Kesan Setelah Mengunjungi Kawasan Kota Tua

Menurut saya, penggabungan antara tempat wisata dan museum sangat berhasil menarik perhatian masyarakat untuk mengunjungi museum. Museum di Malang juga masih kalah ramai dibandingkan dengan museum di kawasan Kota Tua Jakarta ini. Museum sudah tertata rapi dengan petunjuk yang jelas sehingga pengunjung bisa menikmati koleksi dari masing-masing museum secara berurutan dan tidak ada yang terlewat. Tempat ini juga bisa dijadikan sarana untuk mengenalkan anak akan sejarah dengan lebih menyenangkan. Jadi, jika ingin menghabiskan waktu liburan yang menyenangkan sambil belajar sejarah, Kota Tua bisa jadi pilihan.

 

 

Lokasi: Kawasan Kota Tua, Jakarta

Tiket Masuk: Gratis untuk Taman Fatahillah dan Rp. 5.000 untuk setiap museum.

Waktu kunjungan: 29 Juni 2017